“Bro, mangkat kapan?”
“Bar magrib paling Da. Iki aku lagi ngeterke pacarku golek
jilbab”
“Aku bareng ya hehe”
“Oke Da siap.”
“Ojo lali xiaomi mu digawa ya”
“Oke”
Sehabis magrib aku kemudian mandi. Tidak seperti biasanya,
mandiku kali ini terasa spesial karena akan menghadiri acara yang sudah
direncanakan oleh teman-temanku. Aku harus terlihat ganteng. Atau ya setidaknya
aku terlihat mandi. Maklum, mukaku ini termasuk muka yang tidak ada bedanya
ketika sebelum dan sesudah mandi. Itu adalah salah satu kelebihanku sebenarnya.
Temanku pun akhirnya
ngampiri, dan karena di grup Whats App sudah ada yang sambat kenapa di sana
sangat sepi dan dia sendirian. Makanya kami pun memutuskan untuk segera
berangkat saja.
Ketika sampai di parkiran, kami bertemu dengan salah satu
teman yang juga baru datang. Dan benar sekali, dia manglingi. Awalnya aku dan temanku yang
boncengan bahkan nggak percaya dengan profile picture Whats App nya saat
pertama kali masuk grup, foto yang berbeda jauh dengannya ketika terakhir kali
kami bertemu, namun ternyata profile picture itu tidak berbohong. Kami bertiga
kemudian ngobrol, yang katanya, dia nggak inget aku siapa.
Memang, selama 15 tahun menjalani pendidikan sepertinya aku
tembus pandang.
Sedikit cerita, ketika aku di kampus. Ada grup line angkatan
2013, tapi aku nggak masuk di sana kareana memang tidak memiliki line. Salah
seorang temanku, mencariku untuk ikutan jadi relawan di Candi Borobudur melalui grup angkatan itu, dia bertanya, “Ada yang
punya nomernya Arda nggak?”. Kemudian ada yang jawab, “Arda siapa?”dan kalian
tahu itu yang menjawab siapa? Dia adalah salah seorang temanku yang sudah
sekelas denganku selama tiga tahun menempuh pendidikan beberapa tahun lalu. Ya tapi
aku tetap positif thinking, kali aja memang dia menganggap di kelas ada yang
namanya Arda banyak. Walaupun kayanya juga cuma aku sih yang punya nama kaya
gitu.
Kembali ke pertemuan, pas di sana ternyata sudah
banyak yang menunggu kami. Bahkan sepertinya kami bertiga termasuk golongan orang
yang terlambat. Ya kalau aku sih sudah biasa. Kemudian kami salam-salaman,
mumpung juga masih berada di suasana lebaran.
*np Shalawat Nabi*
Sambil nengokin kanan kiri, kami mengabsen siapa saja yang
sudah datang dan yang belum datang ke pertemuan kali ini. Dan juga orang-orang yang menyanggupi datang
ketika di absen di grup memang sebagian sudah datang. Hanya belum beberapa saja.
Salah satu orang paling berisik di grup pun akhirnya datang.
Benar saja, dia memang menambah ramai suasana yang ada di sana. Dengan
omongannya yang nggak tau aturan dan dia bertemu pasangannya yang sama
berisiknya. Pasangan disini bukan berarti mereka pacaran, cuma ya emang dari
dulu kalau disuruh bikin berisik, mereka jagonya.
Kegiatan seperti ini memang biasanya hanya menggali memori
lama, bernostalgia, dan yang jelas ngrasani orang-orang yang tidak datang, atau
ya malah ngrasani guru kami sendiri.
Setelah semuanya dirasa sudah datang, kamipun memesan
makanan. Kami sengaja memilih tempat makan ini, selain dirasa paling dekat
dengan sekolah kami, juga di sini sepertinya sih nggak menyediakan makanan yang
menggunakan kambing maupun sapi.
Bar mendhem gule bosque
Setelah memilih beraneka macam makanan, ada yang memesan
ikan nila goreng, bebek goreng, dan menu andalan yang biasa di temukan di rumah
makan, ayam goreng. Seperti biasanya, aku memilih nasi goreng. Menu yang tidak
kreatif kalau kata mbakku, karena memang tidak dibutuhkan ketrampilan tangan
untuk memakannya. Hanya tinggal nyendoki saja. aku juga memesan es klamud pakai
sirup, sebelum akhirnya dibilangin masnya kalau klamudnya kosong, ya sudah, aku
ganti dengan lemon tea saja. begitupun dengan teman-temanku yang kemudian juga
ikutan ganti lemon tea.
Makanan kamipun mulai berdatangan, tapi ya karena banyaknya
yang pesen, juga mungkin yang mesenin bego (yang ngomong ke masnya aku), beberapa
menu kami ada yang salah. nasi goreng 3, yang dua kacang polong, dan yang satu
jagung manis, malah jadi kacang polong semua, dan pedes. Es jeruk yang harusnya
empat gelas, menjadi lima gelas. Pun dengan kelebihan satu ayam goreng. Salah satu
temanku mengajakku untuk “kembulan” dan nanti dibayar dia ayamnya, dan jelas aku iyakan.
Selesai makan, kami kembali ngobrol, di salah satu topik
obrolan ada yang seperti ini :
“wes nonton train to busan?”
“durung ki”
“nonton yok. Bareng-bareng”
“yo ayo”
Dan nggak ada kelanjutan dari obrolan di atas. Iya, gitu
doang.
Setiap perjumpaan pasti ada perpisahan, ternyata memang jam
sudah menunjukkan pukul 9 lebih. Bahkan rumah makan ini sepertinya sudah close
order. Dan kalau pesen makanan jelas akan ditagih duit untuk mbayar. Totalnya ada
sekitar dua ratus empat puluh ribu rupiah, dengan kembalian dua ribu rupiah. Bajigur
larang tenan, salah pesen ki aku. Batinku.
“wah lha iki kudune dibayari le ngajak ketemuan, karo le wes
do kerja”
Ya kalian tau lah itu siapa yang bilang.
Dan ternyata beneran, salah seorang teman kami ada yang
membayar seratus ribu. Iya, dia memang yang mengusulkan pertemuan ini, juga dia
yang keburu pulang karena sudah dijemput pacarnya. Dua orang teman kami ada
yang membayar lima puluh ribu rupiah dan nggak minta kembalian. Dan anak-anak
yang lain tinggal melengkapi kurangannya. Dan ternyata baru dua ratus tiga
puluh lima. Kemudian aku mengeluarkan uang lima ribuan untuk urunan.
Kampret banget ya? Hahaha
Kami pun pulang, ada yang dijemput pacarnya, ada yang
dijemput bapaknya. Dan ada yang jomblo.
Maksudku, naik motor sendirian.
Ketika di jalan, temanku bilang
“kae mau dadi njuk dibayari cah-cah yo da itungane. Aku ra
urunan soale, duitku dibalekne ki”
“hoo bro. Tur aku mau urunan sih yoan”
Gur limang ewu tur kemaki.
“tapi sesok bakale akdewe yo ngono kuwi kok bro. Nek wes
kerja njuk gantian mbayari. Malah mungkin sesok do bingung sopo le meh dibayari
nek do pengen mbayari kabeh”
Sok bijak. Sok tau barang.
“hoo sih Da. Koe sido futsal ra?”
“iyo, aku futsal. Bareng ya”
“oke siap”
***
Entahlah siapa besok yang akan mbayari ketika bertemu kembali.
Tapi sebisa mungkin, aku sudah jadi salah satunya.
Ngomong-ngomong, kamu kok cantik banget sih?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar