Rabu, 01 Oktober 2014

Independent day

Independent Day, itulah nama lomba yang paling mengasyikkan di kampungku tiap tahun yang diadakan biasanya saat bulan Agustus. Atau mungkin sebenarnya ini tulisannya Independence Day kali ya? Bukan Independent. Ah yang mau dibahas kan sebenarnya juga bukan itu.
Di lomba Indpendent Day, entah kenapa dua tahun terakhir lomba ini selalu bertepatan dengan acara bagus. Di 12 Juli tahun 2012, aku melewatkan Sheila On 7 dengan teman-teman SMA, yang padahal tiketnya sudah aku dapatkan dari adek kelas yang memang nggak tertarik dengan acara itu. Padahal pengen banget nonton sama mereka, tapi ya sudahlah mungkin belum rejekinya. Dan di tahun 2013, aku melewatkan acara #5thBedogArtFestival. Apa itu #5thBedogArtFestival? Coba kalian cari sendiri. Sebenarnya aku mau saja menjelaskan acara ini, tapi dari pada malah jadi galau, mendingan nggak usah aja. Entah kenapa kalau inget acara itu bawaannya pengen mewek aja.
Oke, sampai mana tadi? Oh, belum sampai mana-mana ding ya. Walaupun namanya Independent, sebeneranya lomba ini adalah lomba berkelompok yang terdiri dari 5-6 anggota tiap tim. Dimana setiap tim harus mempunyai nama kelompok, yel-yel, dan lain-lain. Apa kalian tahu lomba mencari jejak? Ya seperti itulah kira-kira secara garis besarnya. Lomba Independent Day itu dulunya memang terjadi di siang hari, ya ataupun sore lah, yang jelas matahari masih menampakkan cahayanya. Tapi semenjak panitia nya ganti kami, lomba yang seharusnya siang ataupun sore itu diganti menjadi malam hari. Dan akhirnya memang terjadi beberapa kejadian yang sedikit mengganggu kami para panitia. Tapi karena aku ingetnya cuma dikit, jadi ya nulisnya sedikit hehe
Karena lombanya hanya mengelilingi kampung kami sendiri, maka tempat yang seremnya pun juga dikit. Cuma dua, di kuburan dan di papringan (tempat jualan bambu di sebelah utara kantor pos kecamatan).

Kejadian Pertama, 12 Juli 2012
Kejadian ini cuma dialami oleh 2 orang yang memanjat pohon waru di papringan untuk memasang, apa ya namanya..... pokoknya sesuatu untuk menakuti para peserta, yaitu bola plastik yang di selimuti kain putih, dikaitkan di atas pohon dan ketika peserta lewat akan dijatuhkan dari atas. Nah, ketika memasangnya, dua orang tadi sebut saja namanya Udin dan Idin melihat sesuatu di belakang kantor pos. Sesuatu itu meloncat dari arah utara ke selatan beberapa kali. Idin yang melihat itu langsung melompat dari atas pohon waru yang lumayan tinggi itu, tapi mungkin karena dia udah ketakutan, dia tidak merasakan sakit di kedua kakinya. Padahal pohon waru tadi itu juga nggak bisa dikatakan landai lho. Dan yang satu lagi, Udin, masih berada di atas pohon, dia berdoa sekaligus meminta ijin menggunakan pohon itu untuk lomba dan berjanji tidak membuat keributan. Lalu, sesuatu tadi menghilang.
Kayaknya memang cuma ada 1 kejadian di lomba tahun 2012 tadi. Atau mungkin, memang ada yang lain, hanya saja mereka tidak mau menceritakannya.

Oke, kita ke tahun 2013

Kejadian pertama, 24 Agustus 2013
Kejadian ini terjadi di kuburan selatan polsek. Seperti biasanya, di kuburan ini gamenya adalah mengambil bendera yang telah di tempatkan di beberapa penjuru kuburan. Ketika itu ada 4 orang panitia yang berjaga di sana. Namun, yang melihat kejadian ini hanya 2 orang. Orang yang pertama sebut saja namanya Fizi. Dia langsung keringat dingin, dan menyerah untuk menjaga pos.  Dia meninggalkan pos penjagaannya dan pindah ke tempat lain yang lebih ramai. Ketika menghampiri pos tempatku berjaga, aku melihat keringat yang keluar di sekujur tubuhnya dan wajahnya yang pucat itu, sepertinya ada yang tidak beres di pos sebelumnya. Lalu dia menceritakan apa yang dilihatnya tadi, dia melihat sesosok orang hitam, besar yang sedang duduk di atas nisan yang letaknya di dekat pohon-pohon bambu di sisi selatan kuburan. Dia meminta salah satu dari kami mengantarkannya ke garis finish yang sudah ramai orang di sana. Dan orang kedua sebut saja namanya Jarjit, ketika dia telah selesai menjaga pos dan hendak menghidupkan lampu yang ada di kuburan itu, dia juga melihat apa yang dilihat Fizi sebelumnya, tapi tidak seperti Fizi, dia sepertinya memang sudah biasa dengan hal ini. Jadi, dia tidak terlalu kaget dan tidak takut. Maklum, dia anak pramuka, jadi sudah biasa kalau pas jurit malam seperti tadi.

Kejadian kedua,24 Agustus 2013
Nah, kejadian ini yang membuatku menarik untuk menuliskan tentang kejadian yang sedikit misterius di lomba kami. Ya, kejadian kedua ini aku sendiri yang mengalami. Kami semua panitia di sebar di segala pos di sepanjang rute perjalanan. Ada 5 pos yang harus dilewati peserta. Pos pertama, masjid. Pos kedua, balai RW. Pos ke 3, pinggir kali (posku). Pos ke 4, jembatan sungai code. Pos ke 5, papringan. Tapi, kejadiannya tidak terjadi saat aku berjaga di posku sendiri yang ada di pinggir kali itu, malah saat aku jalan-jalan ke pos lain, di pos 5. Iya, aku memang selo. Karena memang pada dasarnya papringan sudah gelap, maka kami lebih mudah untuk menakut-nakuti para peserta. Papringan diatur dengan diberikan boneka putih yang di gantung kemudian bisa dilemparkan. Juga suara-suara berisik yang tidak lain adalah suara kami sendiri. Hehehe.
Nah, jalannya di papringan itu pertigaan dan para peserta harus ambil arah ke kanan yang merupakan rute. Kenapa nggak ambil ke kiri? Ya karena kitu jalan buntu aja sih. Di sebelah kanan peserta ada tempat seperti kandang yang isinya adalah tempat penyimpanan bambu. Di situ ada panitia yang namanya Ehsan yang jaga di dalem untuk mengeluarkan suara-suara pemanasan sebelum masuk ke “menu utama”. Di sebelah kiri ada Doni yang mendandani dirinya sendiri seperti  sesuatu yang mirip dengan guling. Lalu ada aku yang hanya bersembunyi di balik tembok kecil di sebelah kandang. Iya, aku memang termasuk yang tidak berani untuk dandan aneh-aneh kaya gitu. Dan yang lain ada yang jadi operator tali tadi.
Ketika peserta pertama lewat, rencana kami dijalankan. Suara jerat-jerit dari peserta dan dari kami saling bersautan. Lalu peserta pertama lewat. Kejadian anehnya malah baru terjadi bukan saat kami menakuti peserta pertama tadi, namun setelah peserta pertama melewati pos kami. Di depan ku ada genteng jatuh. Aku pun langsung berdiri karena aku kira ada peserta atau panitia yang usil.
“Heh, sopo iki le nguncalke gendeng? Ameh kena aku le.”
(“Heh, siapa ini yang ngelempar genteng? Hampir kena aku.”)
Ehsan yang masih di dalam kandang tidak tau akan hal itu, dia masih ada di pojok utara kandang. Begitupun orang-orang yang di belakangku. Karena harusnya yang ada di depanku hanya 2 orang, Ehsan dan Doni. Tapi Doni juga tidak mungkin, karena dia tidak bisa mengeluarkan tangannya karena berdandan seperti sesuatu yang menyerupai guling tadi. Dan juga tidak mungkin kalau peserta, karena pesertanya sudah lewat beberapa saat yang lalu.
Sebenarnya tidak aneh memang, karena kandang tadi atapnya memang dari genteng dan sudah termasuk bangunan tua. Tapi posisi jatuhnya genteng adalah arah utara selatan, bukan arah timur barat seperti arah kandang kalau memang itu genteng yang jatuh akibat melorot dari atas. Gentengnya pun tidak pecah, seperti dilemparkan dari ketinggian kurang dari 1 meter. Cuma “makbuk” suaranya.
Kami semua masih kebingungan dengan hal itu sampai akhirnya ada anak perempuan yang rumahnya memang di sekitar situ. Di jalan ke kiri, di jalan buntu tadi. Dia dari awal memang menonton lomba kami di dekat situ.
“Ora popo kok saiki wisan, Mas. Mau cen ono cah wedok neng kono. Tapi wes ora nek saiki. Ketoke wes ra ngganggu meneh.”
(“Nggak papa kok sekarang, Mas. Tadi emang ada cewek di situ. Tapi sekarang udah enggak. Kayaknya udah nggak ngganggu lagi.”)
Lah... bajigur tenan batinku. Berarti yang ngelempar genteng tadi emang bukan orang ternyata. Untung aku nggak lihat. Kalau lihat langsung, mungkin aku juga udah pingsan sendiri.

Itu cerita mistis saat lomba di kampungku, kamu punya cerita mistis nggak? Eh mistis nggak sih sebenernya cerita tadi? Nggak serem ya?