Independent Day,
itulah nama lomba yang paling mengasyikkan di kampungku tiap tahun yang diadakan biasanya saat bulan Agustus. Atau mungkin sebenarnya ini tulisannya Independence Day kali ya? Bukan Independent. Ah yang mau dibahas kan sebenarnya juga bukan itu.
Di lomba Indpendent Day, entah kenapa dua tahun terakhir lomba ini selalu bertepatan dengan acara bagus. Di 12 Juli tahun 2012, aku melewatkan Sheila On 7 dengan teman-teman SMA, yang padahal tiketnya sudah aku dapatkan dari adek kelas yang memang nggak tertarik dengan acara itu. Padahal pengen banget nonton sama mereka, tapi ya sudahlah mungkin belum rejekinya. Dan di tahun 2013, aku melewatkan acara #5thBedogArtFestival. Apa itu #5thBedogArtFestival? Coba kalian cari sendiri. Sebenarnya aku mau saja menjelaskan acara ini, tapi dari pada malah jadi galau, mendingan nggak usah aja. Entah kenapa kalau inget acara itu bawaannya pengen mewek aja.
Di lomba Indpendent Day, entah kenapa dua tahun terakhir lomba ini selalu bertepatan dengan acara bagus. Di 12 Juli tahun 2012, aku melewatkan Sheila On 7 dengan teman-teman SMA, yang padahal tiketnya sudah aku dapatkan dari adek kelas yang memang nggak tertarik dengan acara itu. Padahal pengen banget nonton sama mereka, tapi ya sudahlah mungkin belum rejekinya. Dan di tahun 2013, aku melewatkan acara #5thBedogArtFestival. Apa itu #5thBedogArtFestival? Coba kalian cari sendiri. Sebenarnya aku mau saja menjelaskan acara ini, tapi dari pada malah jadi galau, mendingan nggak usah aja. Entah kenapa kalau inget acara itu bawaannya pengen mewek aja.
Oke, sampai
mana tadi? Oh, belum sampai mana-mana ding ya. Walaupun namanya Independent,
sebeneranya lomba ini adalah lomba berkelompok yang terdiri dari 5-6 anggota
tiap tim. Dimana setiap tim harus mempunyai nama kelompok, yel-yel, dan
lain-lain. Apa kalian tahu lomba mencari jejak? Ya seperti itulah kira-kira
secara garis besarnya. Lomba Independent Day itu dulunya memang terjadi di
siang hari, ya ataupun sore lah, yang jelas matahari masih menampakkan
cahayanya. Tapi semenjak panitia nya ganti kami, lomba yang seharusnya siang
ataupun sore itu diganti menjadi malam hari. Dan akhirnya memang terjadi
beberapa kejadian yang sedikit mengganggu kami para panitia. Tapi
karena aku ingetnya cuma dikit, jadi ya nulisnya sedikit hehe
Karena
lombanya hanya mengelilingi kampung kami sendiri, maka tempat yang seremnya pun
juga dikit. Cuma dua, di kuburan dan di papringan (tempat jualan bambu di
sebelah utara kantor pos kecamatan).
Kejadian
Pertama, 12 Juli 2012
Kejadian ini
cuma dialami oleh 2 orang yang memanjat pohon waru di papringan untuk memasang,
apa ya namanya..... pokoknya sesuatu untuk menakuti para peserta, yaitu bola
plastik yang di selimuti kain putih, dikaitkan di atas pohon dan ketika
peserta lewat akan dijatuhkan dari atas. Nah, ketika memasangnya, dua orang
tadi sebut saja namanya Udin dan Idin melihat sesuatu di belakang kantor pos.
Sesuatu itu meloncat dari arah utara ke selatan beberapa kali. Idin yang
melihat itu langsung melompat dari atas pohon waru yang lumayan tinggi itu,
tapi mungkin karena dia udah ketakutan, dia tidak merasakan sakit di kedua
kakinya. Padahal pohon waru tadi itu juga nggak bisa dikatakan landai lho. Dan yang satu lagi, Udin, masih berada di atas pohon, dia berdoa
sekaligus meminta ijin menggunakan pohon itu untuk lomba dan berjanji tidak membuat keributan. Lalu, sesuatu tadi menghilang.
Kayaknya
memang cuma ada 1 kejadian di lomba tahun 2012 tadi. Atau mungkin, memang ada
yang lain, hanya saja mereka tidak mau menceritakannya.
Oke, kita ke
tahun 2013
Kejadian pertama, 24 Agustus 2013
Kejadian ini
terjadi di kuburan selatan polsek. Seperti biasanya, di kuburan ini gamenya adalah
mengambil bendera yang telah di tempatkan di beberapa penjuru kuburan. Ketika
itu ada 4 orang panitia yang berjaga di sana. Namun, yang melihat kejadian ini hanya 2
orang. Orang yang pertama sebut saja namanya Fizi. Dia langsung keringat
dingin, dan menyerah untuk menjaga pos.
Dia meninggalkan pos penjagaannya dan pindah ke tempat lain yang lebih
ramai. Ketika menghampiri pos tempatku berjaga, aku melihat keringat yang keluar di sekujur
tubuhnya dan wajahnya yang pucat itu, sepertinya ada yang tidak beres di pos
sebelumnya. Lalu dia menceritakan apa yang dilihatnya tadi, dia melihat sesosok
orang hitam, besar yang sedang duduk di atas nisan yang letaknya di dekat
pohon-pohon bambu di sisi selatan kuburan. Dia meminta salah satu dari kami
mengantarkannya ke garis finish yang sudah ramai orang di sana. Dan
orang kedua sebut saja namanya Jarjit, ketika dia telah selesai menjaga pos dan
hendak menghidupkan lampu yang ada di kuburan itu, dia juga melihat apa yang
dilihat Fizi sebelumnya, tapi tidak seperti Fizi, dia sepertinya memang sudah
biasa dengan hal ini. Jadi, dia tidak terlalu kaget dan tidak takut. Maklum,
dia anak pramuka, jadi sudah biasa kalau pas jurit malam seperti tadi.
Kejadian
kedua,24 Agustus 2013
Nah, kejadian
ini yang membuatku menarik untuk menuliskan tentang kejadian yang sedikit
misterius di lomba kami. Ya, kejadian kedua ini aku sendiri yang mengalami. Kami
semua panitia di sebar di segala pos di sepanjang rute perjalanan. Ada 5 pos
yang harus dilewati peserta. Pos pertama, masjid. Pos kedua, balai RW. Pos ke 3,
pinggir kali (posku). Pos ke 4, jembatan sungai code. Pos ke 5, papringan.
Tapi, kejadiannya tidak terjadi saat aku berjaga di posku sendiri yang ada di pinggir kali itu, malah saat
aku jalan-jalan ke pos lain, di pos 5. Iya, aku memang selo. Karena memang pada
dasarnya papringan sudah gelap, maka kami lebih mudah untuk menakut-nakuti para
peserta. Papringan diatur dengan diberikan boneka putih yang di gantung
kemudian bisa dilemparkan. Juga suara-suara berisik yang tidak lain adalah
suara kami sendiri. Hehehe.
Nah, jalannya
di papringan itu pertigaan dan para peserta harus ambil arah ke kanan yang
merupakan rute. Kenapa nggak ambil ke kiri? Ya karena kitu jalan buntu aja sih.
Di sebelah kanan peserta ada tempat seperti kandang yang isinya adalah tempat penyimpanan bambu.
Di situ ada panitia yang namanya Ehsan yang jaga di dalem untuk mengeluarkan
suara-suara pemanasan sebelum masuk ke “menu utama”. Di sebelah kiri ada Doni yang mendandani dirinya sendiri seperti
sesuatu yang mirip dengan guling. Lalu ada aku yang hanya bersembunyi di balik tembok
kecil di sebelah kandang. Iya, aku memang termasuk yang tidak berani untuk dandan aneh-aneh kaya gitu. Dan yang lain ada yang jadi operator tali tadi.
Ketika peserta
pertama lewat, rencana kami dijalankan. Suara jerat-jerit dari peserta dan dari kami saling bersautan. Lalu peserta pertama lewat. Kejadian anehnya malah baru terjadi bukan saat kami menakuti peserta pertama tadi, namun setelah peserta pertama melewati pos kami. Di depan ku ada genteng jatuh. Aku pun langsung berdiri karena aku kira ada
peserta atau panitia yang usil.
“Heh, sopo iki
le nguncalke gendeng? Ameh kena aku le.”
(“Heh, siapa ini yang ngelempar genteng? Hampir
kena aku.”)
Ehsan yang
masih di dalam kandang tidak tau akan hal itu, dia masih ada di pojok utara
kandang. Begitupun orang-orang yang di belakangku. Karena harusnya yang ada di
depanku hanya 2 orang, Ehsan dan Doni. Tapi Doni juga tidak mungkin, karena dia
tidak bisa mengeluarkan tangannya karena berdandan seperti sesuatu yang menyerupai guling tadi. Dan juga tidak mungkin kalau peserta, karena pesertanya sudah lewat beberapa saat
yang lalu.
Sebenarnya
tidak aneh memang, karena kandang tadi atapnya memang dari genteng dan sudah termasuk bangunan tua. Tapi posisi
jatuhnya genteng adalah arah utara selatan, bukan arah timur barat seperti arah
kandang kalau memang itu genteng yang jatuh akibat melorot dari atas.
Gentengnya pun tidak pecah, seperti dilemparkan dari ketinggian kurang
dari 1 meter. Cuma “makbuk” suaranya.
Kami semua
masih kebingungan dengan hal itu sampai akhirnya ada anak perempuan yang
rumahnya memang di sekitar situ. Di jalan ke kiri, di jalan buntu tadi. Dia dari awal memang menonton lomba kami di dekat situ.
“Ora popo kok saiki wisan, Mas. Mau cen ono cah wedok neng kono. Tapi wes ora nek
saiki. Ketoke wes ra ngganggu meneh.”
(“Nggak papa kok sekarang, Mas. Tadi emang ada cewek di situ. Tapi sekarang udah enggak. Kayaknya udah nggak
ngganggu lagi.”)
Lah... bajigur
tenan batinku. Berarti yang ngelempar genteng tadi emang bukan orang ternyata.
Untung aku nggak lihat. Kalau lihat langsung, mungkin aku juga udah
pingsan sendiri.
Itu cerita
mistis saat lomba di kampungku, kamu punya cerita mistis nggak? Eh mistis nggak sih sebenernya cerita tadi? Nggak serem ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar