Tembok warna coklat bata yang sudah di cat
sedemikian rupa supaya terlihat mengkilap saat terkena cahaya. Lantai
kayu yang disusun menyerupai pola anyaman bambu. Lampu-lampu besar
namun tidak menyilaukan. Jendela kaca yang besar bertuliskan nama
kafe itu sendiri. Bunga-bunga ditaruh dalam pot kaca yang ada di setiap meja, harum. Semuanya tampak
begitu serasi. Di luarpun sedang hujan. Ditambah dengan secangkir
coklat panas di mejaku. Perfect.
Di dalam kafe aku hanya melihat keluar jendela
kaca itu. Melihat orang-orang lari untuk berteduh. Melihat orang
berkendara menghentikan motornya untuk memakai jas hujan. Atau bahkan
melihat anak-anak kecil yang memanfaatkan hujan untuk menambah uang
saku mereka dengan menjadi ojek payung.
“Heh jangan ngalamun, kesurupan baru tau
rasa.”
“Asemik, enggak ya. Rajin sholat kok
kesurupan. Itu lho ngeliatin orang-orang yang lagi kehujanan.
Kasihan. Kan di luar dingin banget. ”
“Percaya boooos yang anak remaja masjid jadi
rajin sholat.”
“Enggak juga ah, cuma ikutan bikin kaosnya
kok.”
“Halah merendah, rajin ngajar TPA kan?”
“Kalo pas selo aja.”
“Lha ngajari tiap hari dong? Kan kamu selo
terus hahaha.”
“Yo nggak nek tiap hari, udah ada jadwal nya
ya nyet.”
“Weits, santaaai lho. Bercanda juga. Sensi
banget. Lagi PMS?”
“Sialan.......”
“Hahahaha, oiya gimana liburanmu kemaren?
Menyenangkan?”
“Ya begitulah, emang apa yang kamu harap dari
liburanku?”
“Ya nggak berharap apa-apa sih sebenernya,
cuma katanya sekolahmu ada acara gitu kan? Semacam farewell party?”
“Oalah, prom night maksudmu? Iya sih ada.
Emang kenapa sama prom night sekolahku? Pengen?”
“Ya nggak lah, aku nggak pengenan ya. Terus,
menurutmu acaranya gimana? Bagus apa jelek?”
“Acaranya? Menurutku? Jelas bagus lah!
Walaupun masih ada kurang disini atau disana. Tapi apa yang kamu
harapkan dari anggaran yang sangat terbatas itu? Toh, sukses atau
enggaknya sebuah acara kan tergantung penonton nya sendiri yang mampu
membuat acara itu jadi asyik atau enggak. Kalo crowdnya basi ya
bakalan basi lah acaranya. Dilihat dari kerja panitianya yang
gila-gila an ngerjain siang malam, panas hujan, sampai lupa makan,
nggak pernah pulang, pulang cuma mampir mandi, terus ke sekolah lagi,
menurutku itu udah keren banget acaranya.”
“Wah, kamu ngerti banget. Ikut jadi panitia
juga kah? “
“Enggak, cuma ikut mbantuin dikit di hari H.”
“Kayak anggota tambahan yang ada di grup band
gitu dong?”
“Additional player maksudmu? Bisa bisa.”
“Jadinya additional crew dong ya? Keren tuh.
Panitia penggembira. Tukang ngabisin snack hahaha”
“Kan sialan kan......”
“Hahaha canda kalik. Terus kenapa kamu
sok-sok ikut mbantuin mereka? Bukannya kamu bukan panitia? Kalau
malah mereka mikirnya kamu ngganggu gimana? Kalau mereka mikir :
kenapa baru mbantuin sekarang? Kenapa nggak dari dulu ikut mbantuin?
Udah mau selesai, baru ikut mbantuin. Cari enak banget sih. Gitu,
gimana?”
“Ya gimana ya? Nggak enak aja sama mereka
yang.......ya itu tadi, kerja nya gila-gila an. Muter-muter nyari
donatur, njualin kertas bekas. Waktu, pikiran, dan tenaga mereka
bener-bener kekuras buat acara ini. Beda denganku yang mempunyai
waktu selo banyak sekali. Bahkan keseloanku udah menjadi kesibukan ku
sekarang. Di saat mereka ngerjain ini itu, kesana-kemari, ah pokoknya
hal-hal yang melelahkan lainnya, aku malah masih bisa menikmati
konser banda-band favoritku. Padahal itu kan acara ku juga, jadi apa
salahnya ikutan mbantuin? Walaupun nggak guna juga sih
bantuanku......”
“Kalau jawabannya gitu, kenapa nggak dari
dulu aja kamu ikutan jadi panitia?”
“Lha ya itu, aku bener-bener nggak tau jadi
ada prom atau enggak. Juga nggak ada woro-woro ataupun open
recruitmen tentang acara ini, tiba-tiba udah ada aja, udah pada rapat
aja gitu. Atau sebenernya ada, tapi aku nya yang nggak tau. Kayaknya
sih itu sama kayak panitia buku tahunan sekolahku sih. Mungkin emang
sengaja dibikin sama anggotanya karena masalah waktu juga yang udah
mepet jadi nggak mungkin buat bikin panitia baru. Menurutku sih
gitu.”
“Wew....ternyata gitu?”
“Iya gitu.”
“Terus pihak sekolah sendiri gimana? Support
apa enggak sama acara kalian itu?
“Ya kayaknya sih support, tapi nggak seperti
harapan sih. Ya gitu, jangan terlalu berharap sama sesuatu hal. Kalau
nggak sesuai harapan ntar sakit banget jatuhnya. Sama kayak
perasaan.”
“HOAHAHAHAHA. Pernah ngalamin mas? Kayaknya
ngerti banget gitu hahaha.”
“Ya namanya juga idup. Apa sih yang pasti?”
“Dih iklan. Ngomong-ngomong masalah perasaan,
gimana soal cewek yang selalu kamu no mention atau kamu kode di
social media itu? Temen sekolah kan? Dia dateng?”
“Cewek yang ku kode dan ku no mention itu?
Iya, temen sekolah. Seangkatan juga malahan. Dateng kok dia. Kenapa?”
“Nggak papa, tanya aja. Gimana dia waktu
itu?”
“Ya cantik seperti biasanya. Lha mau apa lagi
emang?”
“Ya siapa tahu ada yang beda dari dia malam
itu?”
“Uuuuummhh apa ya? Oh ada!”
“Apa an?”
“Dia cantik banget!”
“Eeeeeeeeeerrrrrrr.....ya gini kalau tanya
sama orang yang lagi jatuh cinta.”
“Hahahaha lha kamu kepo banget.”
“Yo biar, penasaran sih aku.”
“Penasaran ngapa?”
“Ya penasaran sama cewek itu. Yang selalu
kamu puja, kamu banggakan, bahkan kamu stalkingin dia tiap hari
bukan?”
“Bukan tiap hari, tapi tiap buka twitter.”
“Tapi kan kamu buka twitter tiap hari....”
“Ya bener juga sih..... ya pokoknya aku buka
profil dia sama profilku sendiri aja lebih sering buka tempatnya kok.
Liat dia nge tweet apa, nge favoritin apa, mentionan sama siapa, di
follow siapa, ngefollow siapa.... hapal, udah kayak kalo aku baca
komik.”
“Terus cuma gitu aja? Nggak pengen dia tau
perasaan kamu?”
“Aku udah ngungkapin perasaanku ke dia kok.”
“HAAAAAAAAHHHH!!?? SUMPAAAAAH???!! KAMU
NEMBAK DIAAAA?!!”
“Bisa biasa aja nggak? Berisik banget....
Iya, aku udah nembak dia.”
“NGGAK BISA, AKU NGGAK BISA SANTAI INI. KOK
BISA EE???! KAPAAAN??!!”
“Kenapa nggak bisa santai coba? Udah ah,
biasa aja. Ya kemaren, pas prom night.”
“Sumpah, aku nggak percayaa....”
“Lha tadi tanya, dijawab malah nggak percaya.
Pie sih?”
“Beneran nggak percaya, kok kamu bisa berani
nembak, dan pas prom lagi. Kan kayak nggak mungkin...”
“Kenapa nggak mungkin coba?”
“Lha kan kamu kan penakut, ngomong sama cewek
yang kamu suka juga nggak pernah kan pasti?”
“Ya mungkin kamu ada benernya, tapi aku juga
udah nggak mau jadi pengecut terus yang memilih menjadi secret
admirer selama bertahun-tahun.... kalau kamu tanya kenapa aku bisa
berani kayak gitu, sebenarnya hanya gara-gara sebuah lagu. Entah
kenapa, lagu itu selalu terputar ketika aku mendengarkan music playerku. Padahal udah di shuffle juga.”
“Semacam pertanda gitu?”
“Ya mungkin.”
“Terus jawaban dia apa?”
“Kalau jawaban sih, kamu nebak sendiri juga
udah tau jawabannya.”
“Iya apa enggak emang?”
“Kan udah tak suruh nebak. Ngapain tanya lagi
sih? Hih.”
“Iya deh iya...”
“Aku baru tau kalo aku egois.”
“Wew? Kesambet apaan bisa ngomong beginian?”
“Sebenernya sedih ngeliat dia seneng.
Bukannya aku nggak mau dia seneng, tapi kenapa bukan aku alasan dia
tersenyum? Kenapa bukan aku yang membuatnya tertawa lepas seperti
kemarin? Kenapa justru orang lain? Nyesek aja rasanya.”
“Sebenernya kamu tau nggak sih?”
“Tau apa an?”
“Nggak jadi ding...”
“Ngomong! Kamu nggak mau kesiram coklat kan?”
“Buseeet, serem amat... iya ini mau ngomong, sebenernya kamu
tau nggak sudah banyak gosip atau kabar kalau gebetan kamu itu deket
sama seseorang?”
“Seseorang? Siapa emangnya?”
“Temen kerja dia di kepanitiaan...”
“Owalah, itu tha? Orang itu juga temenku kok.
Santai aja.”
“Kamu nggak cemburu emangnya?”
“Cemburu? Enggaklah.”
“ Mereka kan sering kerja bareng, kemana-mana
bareng, bahkan sampai malem. Yakin nggak cemburu?”
“Eeeeennnggg, emang bullshit banget kalau aku
bilang nggak cemburu. Tapi aku bisa apa? Nuntut rasa cemburuku? Emang
aku siapanya dia? Dan aku yakin kalau mereka profesional kok
kerjanya, tanpa harus menyampurkan perasaan pribadi mereka.”
“Tapi bukannya cinta datang karena terbiasa
ya? Kalau tiap hari bareng, kerja bareng, kemana-mana bareng, dan
bukankah mereka sekarang sekampus juga?”
“Iya juga sih, nggak cuma sekampus.
Sefakultas juga, eh sejurusan. Jurusan yang aku pengen banget. Yaudah
gini aja, selama status hubungan facebook mereka belum ganti jadi in
relationship, selama di bio twitter mereka belum ada nama
masing-masing, selama aku nggak liat dengan mata kepalaku sendiri
mereka jalan berdua atau mereka bilang kalau mereka berdua pacaran di
depanku, aku belum akan menyerah.”
“Wah, pejuang cinta beneran ini. Ya
kalau itu sih ya selamat berjuang aja deh ya! Hahaha.”
“Hasemik. Gur dinei semangat og pie.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar