Selasa, 30 April 2013

Senja dan Kamu


Hei, kamu dimana?

Masih di rumah ini. Lha kamu dimana? Udah berangkat?

Belum. Masih nunggu kampret satu ini hehehe

Yaudah, ntar nek udah nyampek sms ya

Iyap



Aku kemudian mandi. Mandi pertama di hari ini. Yap, hari minggu emang paling enak kalau mandinya di gabung. Setelah ganti baju, aku pun bergegas ke TKP. Acara tahunan ini udah berapa kali di gelar ya? Tapi aku emang suka dengan ini. Dari SD sampai sekarang ini. Seperempat jam akhirnya aku pun sampai ke TKP dan kemudian sms dia.

Kamu dimana? Aku udah nyampek.

Nggak di bales...............

Aku pun melihat kerumunan orang. Wah, kesana aja lah, siapa tahu ketemu. Dan ternyata benar, dia ada di kerumunan orang itu tadi. Sandal buaya, celana jeans, baju pink, dan jaket. Cantik seperti biasanya.

“Hei.” sapaku

“Eh! Udah sampe? Udah lama?” jawabnya agak kaget.

“Enggak juga sih, baru aja kok. Kamu emangnya udah lama?” aku menjawab pertanyaannya.

“2 penampilan sebelum ini tadi.”

“Eh iya kamu kenal dia nggak?” tanyanya sambil menunjuk perempuan yang ada di sebelah kanannya.
Aku pun mikir. Lama. Ini siapa emang? Temennya sih pasti, tapi temen apa? Temen sekelasnya dia? Enggak mungkin, soalnya aku hapal orang-orangnya. Temen SD? Apa temen SMP? Kayaknya enggak dua dua nya deh.

“Emangnya siapa?” aku menyerah.

“Mbak, kenal dia nggak?” dia bertanya pada mbaknya yang di sebelas. Kelihatannya mbaknya tadi pun juga mikir. Dan sepertinya dia juga nggak tau. Terlihat dari mukanya. “Masa adek kelas sendiri nggak tau?”

Owalah, kakak kelas ku ternyata

“Kiki.” kata dia sambil mengulurkan tangan

“Damar” jawabku menjabat tangannya.

“Eh itu udah mau mulai!” kata Mbak Kiki.

Kami bertiga pun memanjat pot bunga panjang panjang yang bertanamkan bunga-bunga kecil dan ada bunga bougenvile di kedua ujungnya.

“Penonton di harapkan jangan ada di trotoar. Semua harap di belakang pot bunga.” kata seorang panitia melalui speaker. Dan benar saja, jika terkena tongkat dari para penampil yang terbuat dari alumunium itu, rasanya di balsem saja tidak cukup.

Lalu, mereka pun show time. Lagu yang dimainkan adalah lagu milik Project Pop yang berjudul Ingatlah Hari Ini. Dengan beberapa arransment disana sini tentunya. Dan karena durasi 1 lagu tersebut terlalu pendek. Maka mereka melakukan 1 kali lagi pertunjukan. Mungkin mereka kurang puas dengan yang pertama tadi atau memang mau memberikan servis pada audience yang telah sengaja hadir di sana.

Setelah pertunjukan selesai diantara penonton memberikan selamat pada para pemain, karena memang kebanyakan dari mereka sudah kenal sebelumnya. Ada juga yang minta foto bareng.

“Eh bentar ya! Aku mau minta foto sama temenku dulu. Kalian mau ikut nggak?” ajak Mbak Kiki kepada kami berdua. Kalau aku sih jelas menolak, karena memang aku tidak mengenal satupun diantara para pemain itu. Tapi siapa sangka orang yang di sebelahku juga menolak ajakannya. Padahal dia juga punya banyak kenalan disana.

“Duduk disana aja yuk.” ajaknya yang langsung berjalan menuju tempat duduk yang terbuat dari cor-coran semen tersebut.

Aku hanya mengikuti nya dari belakang. Dan akhirnya aku duduk di sebelahnya. Ya, di sebelahnya.
“Kamu emang suka ya yang seperti ini?” tanyaku membuka percakapan.

“Iya. Udah dari SD aku suka sama ini.”

“Wow, lama juga ya ternyata? Terus kenapa kamu nggak ikutan ini? Iya, suka aja gitu.”

“Bahkan ketika SD pernah ikutan kejuaraan di Bandung. Dapet juara 2. Ya akhir-akhir ini agak kurang tertarik aja sih.”

“Wah hebat banget. Lha kenapa nggak udah nggak tertarik?”

“Lagi pengen nyoba sesuatu yang lain hehe. Lha kamu kok bisa suka sama ini?”

“Owalah gitu toh. Ya kalau aku sih emang suka yang kayak beginian. Dari kecil. Seneng aja liatnya. Apalagi kalau angkatan bersenjata yang main. Makanya cita-cita pas SD pengen masuk AURI biar bisa main kayak gitu. Tapi lambat laun udah nggak minat masuk, ya soalnya berat sih testnya, belum juga harus tinggal di asrama hehe. Kalau masalah bisa main apa enggaknya sih sekarang kan bisa pas takbiran hahaha.”

“Wah lucu tuh. Cuma pengen ikut main terus cita-cita nya jadi tentara haha.”

“Ya gitu. Maklum anak SD kan cita-cita nya tinggi semua. Banyak kan temen kamu yang dulu kalau ditanya cita-citanya apa, jawabnya jadi presiden, dokter, pilot, masinis, guru, tentara, dan lain sebagainya. Jawaban klasik. Ya jaman dulu sih mungkin memang pekerjaan kayak gitu yang menjanjikan. Kebanyakan jawab pengen jadi presiden ya karena salah satu presiden kita dulu ada yang menjabat sampai 32 tahun. Ya pasti makmur dong keluarganya. Dan jaman dulu lapanggan pekerjaan juga cuma itu-itu saja. Kalau nggak ya pegawai kantoran. Jarang ada yang berwirausaha juga. Juragan warnet, rental ps, supermarket, kedai merchandaise, distro, dan tetek bengeknya. Jaman sekarang sih apa-apa bisa jadi duit kalau pinter nyari nya.”

“Nyuri termasuk dong?”

“Iya dong. Cuman kalau itu kan masalahnya sama hukum. Bedanya koruptor sama maling juga Cuma di mana tempat yang ngambil dan berapa yang diambil bukan?”

“Iya juga sih ya. Eh coba liat deh masnya yang itu.” kata dia sambil menunjuk mas-mas yang berbaju putih di sana.

“Itu masnya kalo pas main instrumentnya bla bla bla......................”

Dia bercerita panjang lebar menjelaskan tentang mas yang tadi. Tentang kenalannya yang juga ikutan main di acara ini. Aku hanya mendengarkan yang entah sebenarnya paham atau enggak dengan yang dia katakan dan sesekali mengangguk mengiyakan. Karena memang ada yang lebih menarik daripada ceritanya.

Ya, dia. Dia yang sedang bercerita. Mulai dari alisnya yang hitam tebal itu seperti dipulas menggunakan pastel. Matanya yang coklat seperti silverqueen. Pipinya yang bulat seperti bakpau. Dan mulut kecilnya yang terus bercerita tadi. Cahaya lampu warna kuning yang menerpa wajanya menambah kecantikannya di senja itu.

“Ya gitulah pokoknya.” ucapnya sambil mengakhiri ceritanya.

“Keren ya...” aku hanya bisa mengatakan itu, karena memang nggak ngerti harus memberikan komentar apa.

“Iya, mereka emang keren. Lah ini kamu malah ngapain?” tanyanya ketika melihatku menggerakkan tangan seperti pemanasan di olahraga.

“Hehehe nggak ngapa-ngapain kok, cuma kumat aja tanganku tadi pagi.”

“Kumat? Emang pernah sakit?”

“Iya, pernah. Kamu inget pas kelas 2 sekolah kita study tour ke Bandung? Ya gara-gara itu sampai sekarang sakitnya masih.”

“Kok bisa sih? Udah dipijetin?”

“Ya bisa dong ya. Kan aku tidurnya dibelakang dan diapit 2 orang yang badannya berat-berat, otomatis nggak bisa senderan penuh di kursi, bahu ku agak maju gitu. Itu dari perjalanan pulang dari Bandung sampai Jogja. Dan bisnya kan ber-AC juga. Udah, aku sih pengennya di rontgen, tapi kayaknya mahal.”

“Ya emang sih.”

“Eh sorii ngganggu orang pacaran ya?” kata Mbak Kiki dari kejauhan.

“Ah nggak kok mbak. Kita nggak pacaran.”

“Haha aku juga bercanda kali.”

“Kamu udah foto-fotonya?”

“Udah, pulang yuk!”

“Yuk Mar.”

“Yuk.”


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar